MATA AYAH
Kujabat mesra tangan ayah
urat-urat daging tua keras terasa
mayaku tersenyum, matanya menyapa
anak yang pulang disambut mesra.
Tapi matanya, mata yang menatapku
kolam-kolam derita dan bulan pagi
garis-garis putih lesu dan melingkungi hitam suram
suatu kelesuan yang tak pernah terpancar dulu.
Kelibat senyum matanya masih jua ramah
akan menutup padaku kelesuan hidup sendiri
bagai dalam suratnya dengan kata-kata riang
memintaku pulang menikmati beras baharu.
Anak yang pulang di ayahnya maka akulah
merasakan kepedihan yang tercermin di mata
meski kain pelekatnya bersih dalam kesegaran wuduk
dan ia tidak pernah merasa, sebab derita itu adalah dia.
~buku teks
No comments:
Post a Comment